Married for 12 Day, Catatan Kelam Sepanjang Hidupku
By Numanza Inc.

Pernikahan Kelam Yang Tak Kuinginkan Dalam Hidupku

Numanza.Inc - Akhir-akhir ini aku merasa sangat lelah menjalani hidup ini. Aku wanita 23 tahun asli kota Malang, ingin menceritakan pernikahan kelam dalam hidup yang tak pernah aku bayangkan akan kualami.

Aku merasa "ditelanjangi" oleh semua orang yang mengetahui tragedi pernikahan kelam ini setiap aku keluar rumah. "Itu loh, yang nikahnya cuma 12 hari, ngga kasian sama orang tua ya nikah buat mainan."Begitulah cibiran orang-orang yang kerap aku dengar.

Dari yang awalnya suka banget keluar rumah, sekarang setiap ingin keluar rumah harus pakai masker dan helm dari dalam rumah. Setiap kemana-mana dilihatin dengan tatapan aneh dan bisikan-bisikan yang aku pun tau apa yang mereka bahas.

Pernikahan Kami Hanya Bertahan 12 Hari.

Kami menikah pada tanggal 13 Desember 2019. Masih baru banget dan masih hangat-hangatnya kalau saja semuanya berjalan seperti kebahagiaan yang dirasakan oleh pasangan lain, namun keberuntungan itu sedang tidak ingin berteman baik denganku. Pernikahan kami hanya bertahan 12 hari, sungguh ini merupakan pernikahan kelam yang tak kuinginkan.

Sampai pada tanggal 25 Desember 2019, dia meninggalkanku tanpa aba-aba, tanpa perpisahan yang jelas, dan tanpa memberiku kesempatan bertanya kenapa? Apa yang salah denganku? Apa yang bisa aku perbaiki? Kalian pasti heran apa yang terjadi.

Baca Juga: Ancaman Gempa Megathrust Nyata Akan Terjadi

Awal Dari Semua Ini Akan Berakhir Dengan Pernikahan Kelam

Kami saling mengenal sejak tahun 2018, hanya saling mengenal karena dia adalah seorang teman dari temanku. Sejak saat itu kami berangsur dekat, chattingan seharian dalam seminggu, telfonan sampai tengah malam bahkan hingga dini hari. Semua terasa begitu indah, menyenangkan, tidak pernah sedikitpun terpikirkan kalau awal dari semua ini akan berakhir dengan pernikahan kelam.

Sesekali video call ditengah kesibukan hanya untuk meilhat wajah satu sama lain dan memastikan keadaan kita baik-baik saja. Iyaa, seindah itu memang. Kita sedekat itu tanpa label "pacaran," semua mengalir begitu saja.

Sampai pada tanggal 20 April 2019 yang aku ingat bertempat di sebuah cafe di kota Malang, dia menyampaikan keinginannya untuk menjalin hubungan yang serius. "Oh, maksudmu pacaran?" jawabku saat itu. Tetapi, ternyata semua diluar ekspektasiku.

"Ngga, aku udah bosen pacaran, Kita udah deket kan selama ini?"

"Lah terus apa dong?" Jawabku singkat karena memang ngga ada ekspektasi apapun dalam pikiranku.

"Ayok nikah.. aku udah yakin dan udah bilang sama orang tuaku bakalan ngelamar kamu."

Siapa sih yang ngga kaget? Di usiaku yang 23 tahun ada yang berniat baik dengan tiba-tiba. Aku ngga kasih jawaban saat itu juga, aku meminta waktu ke dia untuk berpikir dan kasih jawaban.

Di lain sisi aku sudah mengenalnya cukup lama, dan yang aku tahu dia orang yang baik dan pekerja keras. Pada usia dia saat ini, dia sudah sangat mandiri hidup tanpa seorang ayah dan mampu menghidupi ibunya dengan layak.

Aku mencoba mencari tahu apa yang ngga aku tahu dari dia di sosial media yang dia gunakan. Aku bersyukur ngga ada yang aneh dan semua tampak baik-baik saja.

Apalagi melihat niat baiknya dan secara gentle mengajak aku ke jenjang yang lebih serius. Aku yakin bagi yang perempuan susah untuk menolaknya. Semua diluar perkiraan, setelah satu minggu aku berpikir dan diskusi dengan orang tua, mereka sama kagetnya. Ngga ada aba-aba apa tiba-tiba anaknya dilamar orang. Senang sekaligus terharu dan bingung, karena kalian juga pasti tahu menikah itu apalagi menggunakan adat daerah manelan biayanya ngga sedikit.

Akhirnya aku mengajaknya ketemuan dan I said yes, setelah pertimbangan panjang dan segala keraguan yang berusaha kubuang jauh-jauh karena di mataku dia adalah orang yang benar-benar baik. Sewaktu dia mengantarku pulang ke rumah, dia langsung bilang ke ayah.. "Pak, hari senin saya akan bertamu ke rumah bapak dengan niat baik."

Ayahku yang sebelumnya sudah tahu niatan dia saat kami berdiskusi matanya langsung berkaca-kaca. Kemudian ayah yang masih mengenakan sarung karena sehabis shalat menghampirinya. Ayahku memegang pundaknya dan bilang "Insya Allah, kalau kamu memang ada niat baik pasti dilancarkan. Silahkan datang, ayah tunggu kamu dan sekeluarga." Ngga bisa diskip aja apa ya bagian ini? Aku dan mamah cuma bisa berkaca-kaca.

Akhirnya hari senin pun tiba, kami melaksanakan prosesi lamaran. Dia dengan 13 orang keluarga dan di rumah kami juga banyak saudara yang datang, semua dilakukan tertutup tanpa dokumentasi dan dekorasi. Karena waktunya hanya 5 hari sejak aku mengiyakan niat baiknya dan permintaan ayahku untuk melakukan prosesi ini sekhidmat mungkin (tidak ingin diribetkan dengan foto sana-sini). Om dia yang menyatakan lamaran dan ayahku yang menerima dan mengiyakan.

Saat menentukan tanggal agak ribet di sini. Yang aku pikir kami akan menikah tahun 2020 atau bahkan tahun 2021, ternyata malah ketemu tanggal 13 Desember 2019. Kaget? pasti, ragu antara siap tidak siap tetapi harus siap karena sudah keputusan dua keluarga. Jadi kami resmi bertunangan pada hari itu dan menunggu sekitar kurang lebih delapan bulan hingga hari H pernikahan.

Tidak ada yang aneh semua berjalan lancar sampai pada 24 September 2019 kami melakukan sesi pre wedding. Semua sesi kami laksanakan dengan bahagia selayaknya pasangan lain menantikan hari bahagia. Ngga ada pikiran lain selain rasa senang, bahagia dan bersyukur sama Tuhan sudah memberikan kenikmatan seindah ini. Selayaknya pasangan lain yang hendak menikah, kami mempersiapkan semuanya dengan matang. Setiap bertemu kami membicarakan desain undangan, dekorasi, bahkan sampai makanan untuk resepsi nanti.

Semua terasa indah dan menyenangkan memilih gaun dan jas yang akan dipakai untuk resepsi pernikahan kami nanti, tidak akan terlupakan seumur hidup. Ngebayangin hari-hari setelah resepsi nanti akan ada wajah yang aku lihat di pagi hari, akan ada yang menampung seluruh keluh kesahmu.

Marahnya Dia Bahkan Masih Terus Teringat Sampai Sekarang

Sampai di H-30 ada sedikit kerikil, kalau orang-orang bilang adalah ujian sebelum pernikahan. Kita selisih pendapat sampai bertengkar hebat bahkan sampai terdengar di telinga orang tua kami. Akhirnya kedua keluarga bertemu, dan syukurlah masalah bisa teratasi.

Setelah masalah itu, satu hal yang baru aku tahu marahnya dia waktu itu bahkan masih terus teringat sampai sekarang. Bagaimana nada tingginya dia, bagaimana jarinya nunjuk-nunjuk aku dan yang aku ngga nyangka dia sampai berani dorong aku. Kaget, setengah mati aku benar-benar kaget dengan sikapnya. Aku ngga berani cerita ke orang tua, karena waktu itu kurang 25 hari dan semua sudah siap, undangan sudah disebar, dekorasi dan catering semua sudah lunas, bridesmaid dan saudara semua sudah kesebar, aku bingung.

Tiba-tiba aku takut ngadepin dia. Setiap keinget dia aku ingat gimana cara marahnya dia. Sekitar 10 hari kita ngga ketemu, kita komunikasi lewat whatsapp dan dia minta maaf kalau dia sudah khilaf, dia bilang dia di luar kendali. Dia bilang dia terlalu fokus sama amarahnya dan ngga bisa ngontrol.

Di H-10 aku menemukan sesuatu di handphonenya. Chat dia dengan kakak iparnya, ternyata dia tidak memandangku dengan baik. Aku orang yang lumayan suka kerja, di sana sini selama ada kesempatan aku akan kerjain. Pagi sampai sore bantu usaha keluarga di rumah dan di malam harinya aku ngajar privat anak SMP dan SMA. Di hari sabtu dan minggu aku ngajar tambahan di sekolah islam.

Di sekolah itu aku terikat kontrak. Di hari H kita tanggal 13 Desember, tanggal 14 nya hari minggu ada acara kecil-kecilan di rumah dia yang dihadiri keluarga dia saja. Aku bilang di hari minggu itu aku ada kelas ngajar, gimana ya enaknya karena muridku di sana mau ujian, jadi sekolah tidak memberiku izin cuti di hari minggu. Lalu dia menjawab "Iya ngga apa-apa, lagian cuma sejam setengah kan? habis ngajar balik lagi kan bisa." aku bersyukur banget dan lega, karena dia bisa mengerti dan bijak.

Dan chat yang aku temuin di HPnya dengan kakak iparnya ternyata membahas masalah itu. Dia tidak sebijak seperti yang dia bilang ke aku kalau dia mengizinkan. Dia ngobrol dengan bahasa yang menjelekkan aku kepada kakak iparnya.

Dia : "Katanya sabtu pas acara jam 1 mau ngajar dulu pas di sini banyak orang"

"Jadi guru honorer Bahasa Inggris dan MTK."

Ipar: "Gitu itu panteskah?"

Dia : "Yaudah aku iyain aja daripada ribut, terserah."

Ipar: "Yaudah"

Dia : "Katanya minta izin ngga boleh, soalnya mau ujian."

Ipar: "Yaudah diemin aja."

Dia : "Wkwkwk halah biarin sibuk ya terserah dia, capek juga dia sendiri yang rasain."

"Awas aja sampai ngeluh ke aku, aku mending keluar sendiri makan lalapan."

Ipar: "betul."

Dia : "Udah lah aku males ribut, palingan dia ngga bakal mau ngalah. Ngga peduli mau sibuk kaya gimana."

"cape dia yang rasain sendiri. Serakah emang dia."

Ipar: "Pokoknya kalau kecapean ngga uring-uringan ngeluh ke kamu."

"Yaudah ngga apa-apa, enak dong kamu."

Waktu aku baca chat ini rasanya sakit banget hati aku, speechless. Padahal ipar itu baik banget kalau di depan aku, orangnya ngerangkul banget. Mau marah ke siapa? Ngga bisa. Karena yang aku tahu, dia pernah bilang dia suka wanita yang mau kerja, mau mandiri, dan dia suka sama pekerjaanku. Jadi bingung mau marah tapi ngga bisa.

Mau tanya kenapa tetapi saat itu udah H-10, kepikiran persiapan yang sudah matan dan orang tua yang sudah seneng banget. Akhirnya setelah dia balik dari kamar mandi, aku sudah selesai fotoin chat itu dengan pikiran nanti setelah nikah aku bisa obrolin baik-baik persoalan ini.

Aku akan ajak dia cari solusi kalau memang dia ngga suka aku kerja, aku akan keluar dan di rumah saja setelah nikah. Dan aku lebih memilih memendam semuanya seperti aku ngga tau apa-apa dan aku anggap aku ngga baca apa-apa.

Hp nya aku taruh ditempat semula kemudian kita ngobrol seperti biasa dengan perasaan yang ngga karuan. Entah waktu itu bahas apa aku ngga inget. Keesokan harinya aku kira aku bisa memendam semua perasaan dengan baik dan masa bodo, ternyata aku ngga bisa meski aku ngga bilang sama siapapun. Hati aku ngga bisa bohong, setiap hari aku merasa hampa, takut. Setiap ingat wajah dia langsung ada ketakutan yang tiba-tiba keluar gitu aja dan selalu "Ayo nay.. dia ngga seperti itu. Ini kerjaan setan, ini cobaan. Ayo kamu bisa lewatin, inget keluarga kamu."

Setiap hari aku mencoba bertahan dengan rasa takut itu dan aku ngga berani tunjukkin ke siapapun, seakan-akan aku bahagia yang menantikan hari itu tiba.

Inilah saatnya, hari itu pun tiba. Tanggal 13 Desember 2019 semua keluarga kumpul dengan suasana penuh bahagia. Kami melakukan akad pada jam 7 pagi. Syukurlah semua berjalan lancar, dia mengucap akad dengan sekali tarikan nafas. Seketika semua pikiran buruk hilang.

Semua ketakutan redam dengan kata "SAH!" Aku mulai menghilangkan semua pikiran negatifku. Dia imamku hari ini dan inilah jalan yang kami pilih. Baik dan buruk sekarang milik kami dan terhitung hari ini aku akan melupakan semua keburukan yang terjadi sebelumnya.

Seperti prosesi pada umumnya, momen itu kita laksanakan dengan lancar dan sukses. Semua kesedihan enyah. Semua keraguan berganti dengan kebahagiaan. Masya Allah sekali dilimpahkan rezeki lewat momen yang sesakral ini.

---END---


Based on True Story: Cerita ini sudah mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan.